Jakarta – Pengamat energi sekaligus
analis yang hendak menjadi oralis, Rangga D. Fadillah, menyatakan saat ini
setidaknya ada 44 nama yang layak menjadi kandidat Menteri ESDM
di kabinet Jokowi mendatang.
“Separuh dari nama itu adalah
nama-nama hari dan nama-nama baik untuk bayi berdasar bulan lahir, jadi praktis
sisanya hanya 22 yang masuk nominasi menjadi menteri,” kata
Rangga dalam keterangan tertulisnya di atas lembaran daun pisang, Selasa 23
September 2014.
Rangga yang mendadak mengaku jadi
pengamat menyebut, nama-nama yang masuk dalam nominasi selama ini sangat
bervariasi namun memiliki andil tersendiri di sektor energi. Ada yang dari
kalangan profesional, mantan birokrat, pengusaha, hingga wartawan energi.
Para nominasi tersebut adalah Kuntoro Mangkusubroto, R. Priyono, Evita
Legowo, Luluk Sumiarso, Darwin Silalahi, Karen Agustiawan, Darmawan Prasodjo,
Kurtubi, Pri Agung Rakhmanto, Arie Soemarno, Purnomo Yusgiantoro, Poltak
Sitanggang, Erry Riyana Hardjapamekas, Tumiran, Rovicky, Deendarlianto, Arif
Budimanta, Rista Rama Dhany, Kelik Dewanto, Maikel Jefriyando, Saugy Riyandi,
dan Gustidha Budiartie.
Namun, lanjut Rangga, dari 22
nama yang masuk nominasi perlu diingat ada beberapa indikator yang terus
menerus diulang oleh Jokowi untuk duduk di kursi kementerian paling panas ini.
Sama seperti rilis pengamat yang
lain, indikator pertama yang ditegaskan oleh Jokowi adalah bukan berasal dari
partai politik. Sehingga, tiga nama langsung gugur secara otomatis yaitu
Kurtubi, Darmawan Prasodjo, dan Arif Budimanta.
Masih sisa 19 nama. Kemudian,
kita dipaksa ingat lagi kata-kata Jokowi bahwa menteri berasal dari kalangan
muda artinya kita mencari menteri seperti menyeleksi VJ MTV. Muda, berani, dan
gaya. Dari syarat itu, beberapa nama
bukan lagi tersisih tapi langsung rontok! Seperti Kuntoro Mangkusubroto, Evita Legowo, Ari
Soemarno, Erry Riyana, Luluk Sumiarso, dan Raden Priyono.
Dengan gugurnya nominasi yang
lanjut usia, tersisa 13 nama untuk dipertimbangkan oleh Jokowi. “Kemungkinan
yang tidak lolos kali ini adalah dari kalangan pengamat atau asosiasi, untung
saya gak nyalon jadi menteri,” kata Rangga yang lebih memilih ikut seleksi Pria
L Men ketimbang seleksi menteri.
Pengamat, lanjut dia, masih
sangat dibutuhkan di negeri ini. Apalagi dengan masuknya Kurtubi ke partai politik
serta Pri Agung yang belakangan jarang angkat telepon wartawan lagi, jika tetap
dipaksakan jadi menteri dipastikan berita-berita sektor energi akan kurang
berimbang.
“Kalau semua pengamat ingin jadi
menteri, lalu siapa yang mengkritik pemerintah ke depannya? Saya tidak mau
jadi pengamat terus, ini hanya lompatan karir saya sebelum full jadi model GT
Man,” tegas analis yang berusaha mati-matian jadi sixpack sejak tiga tahun
terakhir.
Dari syarat yang semakin
mengada-ada itu, maka Pri Agung, Rovicky, Tumiran, dan Deendarlianto pun
menyusul Kuntoro CS ke kursi penonton.
Sembilan nama pun kini bersaing
ketat, tapi dipastikan Karen Agustiawan tidak akan meramaikan dan bersedia
dinominasikan menjadi menteri. Bukan terkait pengunduran dirinya dan skandal
SKK Migas yang belum tuntas, namun ia lebih memilih untuk mengajar di Harvard
untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Tinggal segelintir lagi untuk
memilih menteri, dari delapan nama yang tersisa enam diantaranya merupakan wartawan energi
dan dua orang lagi adalah pengusaha di sektor energi.
Menanggapi soal dimasukkannya
nama-nama wartawan energi di perebutan kursi menteri, menurut Rangga hal itu
bukannya mustahil. Apalagi para wartawan itu sangat berdedikasi selama
bertahun-tahun dan mengetahui seluk beluk dunia energi hampir setara dengan
para pemangku kepentingan.
“Lebih masuk akal saya
nominasikan nama wartawan energi ketimbang saya masukkan nama-nama atlet voli,”
jawabnya dengan nyinyir.
Peluang tipis kini menjadi jatah
Darwin Silalahi. Setelah dituding sebagai antek asing di rilis sebelah, Rangga
menilai Darwin memang belum layak menjadi menteri tanpa alasan apapun. “Ya
ikutin tren aja, biar seleksinya mengerucut ke nama tertentu.”
Otomatis dari semua seleksi yang
semakin ngaco ini, sisa Poltak Sitanggang dan lima wartawan energi
lainnya.Persaingan pun semakin ketat layaknya celana legging lebih kecil satu
ukuran dari ukuran yang biasa kita pakai.
Poltak, kata Rangga, memang
memiliki kelebihan tersendiri seperti yang digaung-gaungkan selama ini yaitu
berani membasmi mafia migas.
“Tapi itu saja tidak cukup, saya
lihat visi misi para wartawan ini justru lebih inovatif dan progresif. Tidak
hanya berantas mafia migas, tapi juga memberantas banjir, kemiskinan, dan memberantas
rasa sepi akibat patah hati,” paparnya.
Lima wartawan energi ini namanya
memang jarang terdengar, tapi bukan berarti mereka orang biasa. Dimulai dari
Kelik Dewanto, wartawan paling senior yang beritanya bisa jadi lebih dulu
ketimbang peristiwanya.
Sayangnya, Kelik tidak mungkin
menjadi menteri karena diyakini oleh wartawan lainnya bahwa dia adalah mata-mata yang
disusupkan pemerintah untuk mengawasi kementerian energi dari luar. Bukti bahwa
Kelik adalah seorang intel pun semakin kuat karena dia bisa tiba-tiba nongol
dan hilang sendiri pas liputan.
Empat wartawan tersisa, kriteria
pun semakin ketat. Berdasarkan saran dari asosiasi-asosiasi penting di sektor energi
seperti para kontraktor migas luar negeri yang tergabung dalam IPA (Ikatan Pria
Asing), berat badan pun masuk menjadi kriteria. Mengakibatkan nama Rista
Rama Dhany tersingkir dengan mudah.
“Gustidha juga tadinya tersingkir
mengingat beratnya naik 12 kilogram dalam empat tahun terakhir, tapi akhirnya kami
masukkan lagi karena nyawa kami diancam,” tutur Rangga, sangat jujur.
Semula, dengan tiga wartawan yang
tersisa , Rangga mengusulkan jabatan Menteri Energi diisi oleh mereka semua
dengan membentuk trio. Apalagi, mereka bertiga ini hobi sekali menyanyikan lagu
energi yang dicintai bocah masa kini yaitu ‘naik-naik ke puncak sutet,
tinggi-tinggi sekali…..”
Tapi, usul Rangga ditolak.
Sehingga, dia harus membuat kriteria yang makin sembarangan.
Maikel Jefriando sebenarnya layak dipertimbangkan. Berusia 26 tahun dan cukup lama meliput di energi, Maikel juga paham ekonomi secara keseluruhan dengan pos liputannya saat ini. “Tapi sayang rambutnya semakin menipis. Doi juga hobi memberi harapan palsu dan mencampakkan hati wanita.”
Maikel Jefriando sebenarnya layak dipertimbangkan. Berusia 26 tahun dan cukup lama meliput di energi, Maikel juga paham ekonomi secara keseluruhan dengan pos liputannya saat ini. “Tapi sayang rambutnya semakin menipis. Doi juga hobi memberi harapan palsu dan mencampakkan hati wanita.”
Tidak mau jadi sumpah serampah
mantan pacar Maikel, Rangga pun mencoret namanya dari nominasi. Tersisa Saugy
dan Gustidha. “Ini seperti memilih mati disetrum atau bunuh diri,” katanya.
Rekam jejak Saugy sebenarnya baik seandainya ia tidak kebiasaan hadir ke acara liputan begitu acaranya bubar. “Bisa jadi kalau dia jadi menteri, dilantiknya sekarang dia baru kerja di periode mendatang. Saking telatnya.” Halangan selanjutnya, Ia merasa dirinya terlalu tampan.
Rekam jejak Saugy sebenarnya baik seandainya ia tidak kebiasaan hadir ke acara liputan begitu acaranya bubar. “Bisa jadi kalau dia jadi menteri, dilantiknya sekarang dia baru kerja di periode mendatang. Saking telatnya.” Halangan selanjutnya, Ia merasa dirinya terlalu tampan.
Akhirnya, dengan berat hati dan
mau tidak mau, nama Gustidha pun menjadi kandidat paling kuat untuk duduk
sebagai Menteri ESDM. Dengan sumpah produksi satu juta barel minyak per hari
dan statusnya sebagai jomblo akut, dipastikan menjadi nilai lebih untuk
fokus pada pekerjaan.
“Cuma hati-hati aja, itu anak suka
sawan kalo ngeliat artis korea buka baju,” Rangga mengingatkan.
PS : berita ini hanya sekedar parodi aja, jangan diambil hati apalagi dijadiin patokan sana-sini. Bagi yang nama-namanya disebut juga jangan sakit hati, kan ini bercanda....woles aja woles.
gusti cocokan di SKK Migas dah. kan urusan produksi minyak 1 juta barel itu menentukan nasib doi, jadi pasti jor-joran menggenjot produksi :D tapi kalo jadi menteri esdm, energi lain bisa terabaikan karena doi cuma mikirin lifting minyak. hahaha..
BalasHapusampuuunn ngakak gue =)) kayaknya postingan ini lebih berbobot dan menghibur drpd artikel yg sesungguhnya.
BalasHapus@dedet hahhahha kalo gue jadi menteri ESDM juga cocok jadinya Kementerian Energi Sakinah Dan Mawaddah war rohmah hahahhahahha
BalasHapus@Miranti : hahaha tunggu rilis berikutnya ^^
Hih Tantiiiii...yang pasti kalo gue jadi Menteri ESDM mah...potografe gue perbanyak hahah
BalasHapus