Kamis, 20 Juni 2013

Sekelumit Cerita Para Kuli Tinta (Part I)

Dear Gusti,

Lantaran nggak ada kerjaan, malem ini gue ngubek-ngubek Facebook yang katanya menyimpan sejuta kenangan. Tanpa dinyana, tanpa diduga, Gue nemu sebuah note tua yang ditulis oleh salah seorang teman kita yang benama (sebut saja) Vega bulan Februari satu tahun yang lalu.

Tulisan itu berisi ulasan karakter masing-masing personil Ikatan Wartawan Labil (Iwabil), sebuah organisasi wartawan yang sangat kondang di jagad perberitaan. (Sebut saja) Vega menulis note tersebut ketika mengetahui bahwa dia bakal di rolling ke pos lain dan terpaksa harus meninggalkan kita semua.

Membaca tulisan itu perasaan gue campur aduk. Nggak kerasa, udah hampir satu tahun gue meninggalkan tanah air. Dan nggak kerasa bahwa tiga bulan lagi, hidup gue bakal kembali mentok, apes ditengah-tengah kalian.

Nah, kali ini, gue juga akan sedikit mengulas kisah-kisah gue bersama beberapa personil Iwabil yang secara nggak langsung sangat berjasa membawa gue terbang ke Skotlandia.

iwabil masa kini

Minggu, 16 Juni 2013

Bersakit-sakit di Taipei, Berjalan-jalan di Korea




Dear Rangga dan Gustay

Setelah baca surat-surat kalian di blog, tangan gue  tergelitik untuk curhat. Sebab, setelah sekian lama akhirnya gue menemukan juga teman senasib dan sepenanggungan dalam mencari seorang belahan jiwa di dunia ini. Siapa tau kalian bisa kasih gw solusi, saran, komen, kritik, opini, dan entah apapun itu namanya untuk mengerem perasaan galau gue dikala undangan pernikahan dari kawan sejawat mulai menyerbu.

Begini, sejak berpisah dengan “dia” yang  hampir 7 tahun bersama-sama. Secara resmi gue pun menjomblo di awal tahun ini. Gak usah ditanya sakitnya kaya apa, ibarat lo lagi melaju di jalan Sudirman tiba-tiba ketabrak truk pasir yang mestinya cuma lewat di Jalur Pantura. Marah, bingung, kecewa, sakit hati, semuanya campuk aduk jadi satu.

Galau gue pun bertambah parah karena waktu kita pisah dia di Indonesia dan gw di Taipei jadi gw gak bisa tampar-tampar mukanya (ini serius!). Mau gak mau, suka gak suka gue harus terima kenyataan. Kenyataan pahit, sepahit tahu rasanya bahwa yang jadi suami Pai Su Cen si ular putih itu adalah perempuan yang menyamar jadi laki-laki. Pret!

Ditambah lagi, di sini gue tinggal serumah dengan 2 orang mahasiswa dari Indonesia yang sudah berkeluarga. Mereka berdua ini sama-sama konsisten, konsisten untuk sayang-sayangan dan umbar kemesraan dengan pasangan hidupnya tiap malam tanpa ada tenggang rasa buat perawan yang mojok sambil nyakar-nyakar tembok liat kelakuan mereka.

Kamis, 06 Juni 2013

Ketika Seorang Perawan Berburu Lajang

Dear Rangga,

Bukannya gue gak peduli atau gak prihatin atas perjuangan lau di Benua Eropa sono. Lo pan tau sendiri, dalam urusan asmara kita berdua sama ngenesnya. Meski dalam urusan gaya, gue lebih unggul ketimbang lau...sedikit.

Begini Mabs, ketika lau berjuang menuntut ilmu dan jodoh disana, gue disini juga tengah berjuang untuk merevisi status KTP gue yang hampir 27 tahun istiqomah di "Belum Kawin" menuju ke "Kawin".

Gue heran juga kenapa kelurahan cuma sediain dua pilihan status aja buat KTP, mbok ya inovatif kaya Fesbuk tersedia banyak pilihan status mulai dari "Single" , "In Relationship" "Married" "Engaged" sampe "Complicated".

Mabs, beberapa waktu lalu si selebtwit yang udah berumur @hansdavidian memberi gue sebuah link berita yang berjudul "4 Lokasi Mencari Pria Lajang". Dalam artikel itu ditulis, 4 lokasi ideal untuk berburu pria lajang adalah di Supermarket, Toko Buku, Gym dan Lokasi Konser.

Lalu, dengan polos dan tololnya, gue pun mencoba perburuan lajang tersebut dalam dua minggu terakhir ini. Ini yang kemudian gue jadiin pembenaran kenapa lama membalas surat dirimu, maap mabs, tapi hidup gak sekedar membalas surat seorang jomblo merana *lalu ngumpet dibalik Sumo Jepang*

Mari kita jabarkan perjuangan gue ini, mulai dari TKP pertama.